Sejak Indonesia mengalami pandemi Corona Virus 19 (Covid-19) beberapa waktu lalu,
telah berkembang berbagai pemikiran tentang upaya-upaya apa yang harus dilakukan
untuk mengatasi bencana ini, mulai dari tingkat paling ringan harus menggunakan
masker, mencuci tangan dan menjaga jarak sampai tingkat paling ketat yang mungkin
dilakukan, seperti mengadakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dengan
adanya pembatasan-pembatasan seperti diatas, telah lahir gaya hidup dan pola kerja
baru dalam masyarakat. Pembelajaran jarak jauh, rapat kerja secara online, belanja
online, dan lain-lainnya yang mengakibatkan beberapa kegiatan bisnis mengalami
kemunduruan, seperti misalnya bisnis perdagangan di mall, bisnis perkantoran sampai
tingkat tertentu menurun karena lahirnya “Virtual office” ataupun “Co-worrking space”
yang tidak membutuhkan ruang kerja yang luas.
Artinya, disatu sisi, upaya upaya pembatasan kegiatan sosial masyarakat untuk
mencegah penyebaran pandemi Covid 19 perlu dilakukan, namun disisi yang lain,
pembatasan kegiatan sosial diatas telah mengakibatkan menurunnya kegiatan
ekonomi masyarakat. Dan yang paling terkena dampak adalah di sektor UMKM,
Koperasi dan sektor informal. Dengan larangan berjualan di pasar, maka para
pedagang kecil tadi tidak memperoleh penghasilan. Pemerintah menghadapi pilihan
dilematis, antara mengutamakan kepentingan kesehatan atau kepentingan ekonomi,
mana yang harus didahulukan.
Banyak program pembangunan nasional yang telah direncanakan sebelum masa
Pandemi Covid 19, terpaksa dibatalkan. Rencana Pilkada serentak dengan berbagai
tahapannya, yang semula direncanakan dimulai bulan Juni 2020 yang lalu, sempat
terbetik berita bahwa akan ditunda. Namun karena dikhawatirkan timbul kemungkinan
terjadinya kekosongan kepemimpinan di daerah, yang dapat menimbulkan
permasalahan sosial-politik dan keamanan baru yang serius, maka pemerintah telah
menegaskan kembali bahwa Pilkada serentak akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal
semula, dengan catatan pelaksanaan harus dilakukan dengan mengindahkan protokol
kesehatan yang ketat, seperti misanya, membatasi kumpulan massa, penggunaan
APD oleh petugas-petugas KPU, dan sebagainya. Lebih lanjut, KPU mengeluarkan
perubahan peraturan yaitu Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
nomor 13 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan
Umum nomor 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Dan Wakil
Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota
serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Corona Virus Disease 2019
(covid-19) .
Berdasarkan ketentuan baru diatas, maka kegiatan kampanye yang dimulai pada
tanggal 26 September hingga 5 Desember 2020, dalam pelaksanaannya kelak, akan
dibatasi, hanya boleh dihadiri oleh maksimum 50 orang pada tiap pertemuan. Dalam
rangka mematuhi “pakta integritas”, para calon pemimpin daerah harus mencari cara
kampanye yang yang kreatif, efektif namun aman demi keselamatan dan kesehatan
masyarakat.
Untuk itu, sesuai ketentuan pada Pasal 58 PKPU 13/2020, dianjurkan agar
pertemuanpertemuan dan kampanye, dilakukan melalui media sosial dan media daring, yang
lazim disebut sebagai “kampanye virtual”.
Dari data yang dikumpulkan oleh “We are Social” tahun 2020, (media
sosia (https://wearesocial.com/digital-2020)) tercatat bahwa pengguna internet di
Indonesia adalah sekitar 174,4 jiwa dari total populasi sebesar 270 jiwa (63% populasi
penduduk), dimana pengguna aktifnya adalah sekitar 160 juta jiwa (60% penduduk).
Hal ini menunjukkan persentasi yang cukup tinggi melihat penyebaran penduduk di
wilayah Indonesia yang luas ini. Jika menilik data diatas, tentunya para calon
pemimpin daerah, akan yakin bahwa dengan menggunakan metode kampanye virtual
diatas, mereka dapat lebih efektif menyampaikan visi, misi, ide dan gagasan mereka
kepada masyarakat pendukungnya. Namun, dalam implementasinya, mereka harus
menjaga “etika” dan “aturan main” yang harus ditaati dengan konsisten. Ujaran
kebencian, fitnah dan hoax dilarang keras untuk dilakukan, karena sangat berpotensi
mengakibatkan perpecahan pada persatuan dan kesatuan bangsa. Meskipun telah ada
Undang-Undang ITE yang mengatur hal itu, namun jika atas tiap pelanggaran tidak
diambil tindakan yang tegas oleh pihak yang berwenang, maka akan sia-sia belaka.
Hal ini sangat penting untuk dijaga, karena akan mempengaruhi “budaya baru’ yang
akan terbentuk, dalam prosedur pemilihan Kepala Daerah maupun Kepala Negara
nantinya.
Melihat arah perkembangan diatas, maka dibutuhkan berbagai kreativitas dan inovasi
dalam pelaksanaan kampanye dilapangan, seperti misalnya, dibeberapa daerah sudah
ada Paslon yang menggunakan layar display besar yang dipasang di sebuah kereta
dorong, memasuki desa2, atau yang menggunakan media daring untuk menyapa dan
menjawab berbagai permasalahan yang diajukan para penduduk di wilayah yang
dijangkaunya.
Adanya perubahan dalam cara kampanye dari “tatap muka” menjadi “tatap layar” ini
akan menjadi budaya baru cara berkomunikasi di Indonesia. Yang semula digunakan
untuk kepentingan ekonomi dan bisnis, kemudian digunakan bagi pendidikan (Jarak
Jauh), sekarang mulai diterapkan untuk kepentingan kegiatan politik. Sesuingguhnya,
metoda kampanye virtual yang efektif dan efisien ini, dapat juga diterapkan pada
tahap pemungutan suara, nantinya, dimana lebih banyak masyarakat pemilih dapat
dijangkau, karena adanya data identitas lain yang dapat digunakan, selain Nomor
Pemilih dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Akibatnya proses pendataan
masyarakat pemilih, dapat dilakukan dengan lebih cepat, aman dan lebih murah, jika
dibandingkan dengan mencoblos secara langsung.
Namun perlu diingat disini, bahwa semua sistem pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Namun, betapapun kelemahan-kelamahan tadi dapat
diatasi melalui kesepakatan dan aturan main yang jelas. Cara maupun teknologi
apapun yang dipilih pasti mengandung risiko, namun kebutuhan hidup manusia
didunia, akan memaksa kita untuk menggunakannya, karena pada dasarnya Ilmu
Pengetahuan dan teknologi diciptakan manusia untuk mencapai efektifitas dan
efisiensi
Dengan demikian masyarakat modern tentu harus memanfaatkan Ilmu Pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) secara bijak. Disinilah, dalam perilaku masyarakat
memanfaatkan Iptek secara bijak inilah, akan membentuk suatu budaya baru untuk
memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Pada gilirannya, budaya baru
tersebut akan memaksa masyarakat, belajar untuk menguasai ketrampilan dan
kemampuan untuk memanfaatkannya.
manusia Indonesia menjadi Warganegara Unggul, yang memiliki logika, etika, dan
nasionalisme serta patriotisme yang tinggi, agar dapat menerapkan kemajuan iptek
diatas kedalam kehidupan bermasyarakat yang harmonis
Sebagai penutup, kesimpulannya, menghadapi Pilkada serentak kali ini,
kita diuji apakah kita akan berhasil membanun budaya pemilihan Umum baru yang
lebih baik, ditengah upaya kita mencegah kemungkinan terbentuknya cluster baru
penderita Covid 19, yang timbul dalam penyelenggaraannya. .
Marilah kita secara bersama dan rkesinambungan menciptakan kreativitas dan inovasi
yang berguna bagi kepentingan orang banyak, dan menghindari berbagai pengaruh
negatif yang dapat mengganggu kelangsungan hidup bangsa.

-Hendri Dwiwantara-