Jakarta – Kata Pontjo: Berbahaya jika pendidikan dicabut dari akar budaya. Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) Pontjo Sutowo mengatakan bahwa Indonesia tidak hidup di ruang hampa tetapi berada dalam pusaran kepentingan politik global, dalam segala bentuk dan manifestasinya.
“Indonesia harus mampu bersaing dan berkompetisi dengan berbagai bangsa dan negara lain di dunia,” kata Pontjo Sutowo dalam siaran persnya.
Dikatakan Pontjo, bahwa eksistensi dan kelangsungan hidup sebuah negara dimulai dari pikiran warga-negaranya. Karenanya, warga negara harus dibangun sebagai benteng ketahanan demi kelangsungan hidup negara-bangsa. Dan membangun benteng tersebut adalah tugas pendidikan.
“Pendidikan dan Kebudayaan adalah sarana terciptanya Otak Bangsa (Brain of the Nation) yang integral sebagai elemen Kekuatan Nasional Indonesia dalam era pertarungan kepentingan politik global. Apalagi kini kita sudah memasuki perang generasi ke-empat yang dikenal sebagai perang nir-militer dalam segala sendi kehidupan baik ekonomi, sosial, bahkan politik. Dengan demikian Pendidikan dan Kebudayaan tidak dapat dipisahkan,” papar Pontjo Sutowo.
Menurutnya, saat ini tantangan suatu bangsa adalah membangun sistem pendidikan yang tepat sesuai dengan konteks sosial-budaya, sejarah, dan lingkungan alam bangsa yang bersangkutan untuk kebutuhan masa depan.
“Pendidikan adalah investasi dalam menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu, pendidikan nasional kita harus berakar kuat pada bangsanya sendiri, yakni pendidikan yang tidak meninggalkan akar-akar sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia.”
“Jadi hanya dengan sistem pendidikan yang tepat, yang berwawasan sejarah, berwawasan budaya, dan berwawasan masa depan, pendidikan kita dapat menjadi wahana dalam mengokohkan budaya bangsa,” tegsnya.
Baca Juga: Menolak Deislamisasi Perjuangan Bangsa, Tak Perlu Sembunyi di Balik Nama Besar Sang Bapak
Senada, Ketua Yayasan Budaya Cerdas, Bambang Pharmasetiawan mengatakan bahwa Pendidikan dan Kebudayaan adalah ibarat dua sisi mata uang yang sama. Jika Kebudayaan dihilangkan dari Pendidikan maka anak-anak Indonesia akan lupa asal mereka. Mata pelajaran Sejarah merupakan salah satu implementasi dari Kebudayaan dalam Pendidikan sebagai mata pelajaran wajib bagi siswa sejak SD sampai SMA/SMK.
Jadi sungguh mengkhawatirkan dengan adanya wacana pada kurikulum baru yang menempatkan mata pelajaran Sejarah hanya sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan dihilangkan dari SMK.
“Miris melihat wacana kurikulum baru yang menempatkan mata pelajaran Sejarah sebagai pilihan, sejajar dengan mata pelajaran pilihan lain. Bagaimana bisa menjadi warga negara unggul jika dia tidak tahu asal usul bangsa sendiri dengan sejarah perjuangannya. Karena Sejarah erat kaitannya dengan pendidikan karakter bangsa. Dan Pendidikan adalah alat perjuangan, karena Indonesia mungkin satu-satunya bangsa yang sudah memiliki sistem pendidikan nasionalnya sendiri sebelum merdeka,” urainya.
Ketua Tim Perumus pada Aliansi Kebangsaan yang juga mantan Deputi Bappenas, Prasetijono Widjojo pada kesempatan itu mengingatkan ungkapan Jas Merah dari Bung Karno yaitu ‘Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah’.
“Jadi orang jangan lupa akan sejarahnya. Jadi mata pelajaran Sejarah adalah wajib, karena ini merupakan bagian dari Budaya dan harus tetap melekat pada Pendidikan,” ujarnya.
Tidak jauh berbeda, Sururi Aziz dari Pergerakan Literasi Indonesia juga mengatakan bahwa jika generasi penerus bangsa tidak mengenal sejarah bangsanya, maka tidak akan ada rasa kebanggaan sebagai bangsa. Mereka hanya akan merasakan sebagai orang yang tinggal menikmati hari ini tanpa pernah tahu perjuangan para pendiri bangsa. Maka dari itu Kebudayaan tidak boleh dihilangkan dari pasal-pasal Pendidikan di RUU manapun.
Baca Juga: 24 Profesor yang Bekerja di AS Segera Diutus Ke Papua
Nurrachman Oerip mantan Dubes Indonesia di Kambodja mengatakan aktualisasi pemajuan kebudayaan dan dunia pendidikan, Indonesia adalah untuk mencegah terputusnya mata rantai sejarah (historical missing-link) bangsa Indonesia.
“Maka dari itu wacana di kurikulum baru yang menempatkan mata pelajaran Sejarah hanya berupa mata pelajaran pilihan sungguh disesalkan, dan akan putus mata rantai sejarah bagi anak-anak Indonesia. Itu sebabnya frase Kebudayaan tidak boleh dihilangkan dari pasal-pasal Pendidikan di RUU Cipta Kerja,” kata Nurrachman.
Sementara Wakil Sekjen PP KB FKPPI Susetya Herawati menyampaikan bahwa budaya sebagai konstruksi penting yang akan menentukan maju tidaknya sebuah sistim Pendidikan. Kebudayaan dan Pendidikan adalah sebuah input dari proses untuk mewujudkan potensi manusia sebagai sebuah sistem (cara/pola pikir). (M2/ed. Banyu).
Leave A Comment