JAKARTA – Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI), Pontjo Sutowo menegaskan sistem pendidikan nasional yang digodok dalam revisi UU Sisdiknas tidak boleh lepas dari konsep budaya.

“Karena pendidikan adalah bagian dari kebudayaan maka kita tidak lagi menyebut Pendidikan dan Kebudayaan namun sudah seharusnya Kebudayaan dan Pendidikan, oleh karenanya naskah akademik dinamakan Naskah Akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbudiknas),” tegas Pontjo Sutowo di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Penegasan ini juga dituangkan dalam naskah akademik yang telah diserahkan kepada Komisi X DPR RI beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya, dan bersumber dari budaya besar Indonesia yang terus tumbuh serta berkembang.

Naskah Akademik setebal hampor 300 halaman itu disusun bersama-sama oleh FKPPI, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Aliansi Kebangsaan bersama para kolega seperjuangan yaitu Nusantara Center, Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), NU Circle, Gerakan Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), Yayasan Budaya Cerdas dan beberapa kolega profesional lain baik sebagai tim penulis maupun sebagai narasumber di FGD.

Pontjo Sutowo yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Nuswantoro Bhakti tersebut menjelaskan, hubungan kebudayaan dan manusia bersifat dialektis, maka ada segi internalisasi nilai-nilai kebudayaan ke dalam pikiran dan tindakan manusia. Budaya memberikan sistem nilai, moral dan hukum yang digunakan sebagai panduan untuk bertindak.

“Dalam proses ini muncul aktivitas pembelajaran (learning). Manusia belajar pada budaya yang ada agar tindak dan pikir mereka sesuai dengan masyarakat,” katanya.

Ia mengakui, proses pembelajaran ini terjadi di segala aktivitas manusia, baik keluarga maupun masyarakat. Pada tataran tertentu, negara mengambil peran dalam proses ini dengan menyelenggarakan pendidikan (education) sehingga pendidikan sejatinya adalah pembelajaran yang tersistematis, terancang dan terarah untuk memfasilitasi manusia dalam memahami budaya (segala hasil cipta manusia), bahkan juga alam dan Tuhan. Pada proses pembelajaran terencana inilah muncul titik singgung antara kebudayaan dan pendidikan.

“Suatu pendidikan yang lepas dari budaya adalah pendidikan yang tak kenal arah dan tercabut dari kehidupan. Begitupula sebaliknya. Oleh karena itu, akan menjadi tidak benar jika proses pendidikan mengabaikan segi budaya. Muatan nilai budaya bukan sekadar menjadi materi pendidikan, namun proses pendidikan itu adalah proses pembudayaan. Ini adalah proses internalisasi yakni meresapkan kembali realitas tersebut oleh manusia, dan mentransformasikan sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Maka, walaupun budaya adalah bentukan dari manusia, namun manusia hidup, bergantung dan bertindak dalam sistem budaya,” katanya.

Masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan, kata Pontjo, ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak dan lingkungan kita. Pendidikan apa yang dapat diartikan secara luas sebagai usaha yang sadar dan sistematis dalam membentuk anak didik untuk mengembangkan pikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya. Jadi, pembentukan anak didik yang sesuai dengan budaya adalah tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk menentukan nilai-nilai mana yang patut mendapat perhatian kita sekarang ini, maka pertama sekali kita harus memperkirakan skenario dari masyarakat di masa yang akan datang. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan adalah mempersiapkan anak didik untuk hidup di dalam sistem masyarakat masa depan.

“Karena hubungan dialektis budaya dan manusia, maka proses pendidikan bukan sekadar penanaman nilai budaya, namun pendidikan adalah pembentukan budaya. Proses pendidikan selain internalisasi juga harus mengandung proses eksternalisasi, yakni menciptakan realitas dan tata nilai yang sesuai dengan tuntutan zaman dan siap menghadapi masa depan,” ujarnya.

Pontjo menegaskan, pembentukan sistem pendidikan nasional tidak boleh lepas dari konsep budaya, bahkan lebih luas lagi masyarakat dan negara. Muatan nilai apa yang ada pada proses pendidikan harus mempertimbangkan, tujuan dan strategi pembangunan nasional. Selain itu, yang kedua, pengembangan kebudayaan ditujukan ke arah perwujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila dan subtansi dari konstitusi, dengan semangat Proklamasi (pembebasan atas penjajahan), Bhinneka Tunggal Ika (pluralis), Sumpah Pemuda (bersatu), NKRI (menyeluruh dan nir-laba).

“Oleh karena itu, proses pembentukan Indonesia yang dicita-citakan adalah proses pembentukan budaya nasional dan proses pendidikan nasiona,” ujarnya. (ANP)