Hukum & Bisnis (Jakarta) Setelah acara penyerahan naskah akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional tanggal 6 Juli 2020 ke ke Komisi X DPR, Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo mengatakan, bahwa Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya, dan bersumber dari budaya besar Indonesia yang terus tumbuh serta berkembang. Karena pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, maka dari itu kita tak lagi menyebut Pendidikan dan Kebudayaan namun sudah seharusnya Kebudayaan dan Pendidikan. Oleh karenanya, naskah akademik dinamakan naskah akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbudiknas).

Lebih jauh Pontjo memaparkan, suatu pendidikan yang lepas dari budaya adalah pendidikan yang tak kenal arah dan tercabut dari kehidupan. Begitupula sebaliknya. Oleh karena itu, akan menjadi tidak benar jika proses pendidikan mengabaikan segi budaya. Muatan nilai budaya bukan sekadar menjadi materi pendidikan, namun proses pendidikan itu adalah proses pembudayaan. Ini adalah proses internalisasi yakni meresapkan kembali realitas tersebut oleh manusia, dan mentransformasikan sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Maka, walaupun budaya adalah bentukan dari manusia, namun manusia hidup, bergantung dan bertindak dalam sistem budaya.

“Persoalan kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa dijawab hanya dengan cara mengubah atau memperbaiki kurikulum. Peningkatan kualitas pendidikan juga harus dijawab dengan peningkatan kualitas guru. Oleh karena itulah harus dipikirkan peningkatan kualitas guru dan dosen,”tuturnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi Hukum&Bisnis hari ini, Rabu (22/7/2020) di Jakarta.

Menurut Pontjo, guru dan dosen sebagai tenaga profesional memiliki peran strategis untuk mewujudkan visi pendidikan. Guru mempunyai tugas utama pengajaran sesuai dengan prinsip profesionalitas. Guru adalah agen pembelajaran sekaligus pembentuk budaya yang harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekaysa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Sedangkan dosen mempunyai tugas utama tridharma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Bahkan jika kita mengambil konsep dari Ki Hadjar Dewantara maka tugas dosen di perguruan tinggi bertambah satu karena konsep caturdharma dari Tamansiswa selain tridharma ditambah satu yaitu pendidikan tinggi sebagai pusat pengembangan kebudayaan nasional.

Pada Laporan Pemantauan Pendidikan Global (Global Education Monitoring) Tahun 2016 yang diluncurkan di Jakarta misalnya, diketahui bahwa mutu pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan kualitas guru sebagai unsur penting dalam pendidikan berada di urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Keadaan ini tentu memprihatinkan kita semua. Hal ini sangat disayangkan mengingat guru adalah ujung tombak agen pembentuk budaya.

Dalam permasalahan peningkatan kualitas guru, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebuah kementrian yang besar dengan anggaran besar namun tidak memiliki kepanjangan tangan sampai bawah, karena guru dimiliki oleh kabupaten/kota (SD dan SMP) dan propinsi (SMA/SMK).

“Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sepantasnya diperlakukan yang sama dengan Kementrian Agama yang memiliki kepanjangan tangan sampai daerah melalui Kantor Wilayahnya (Kanwil), sehingga dapat memonitor sekolah-sekolah yang di bawah naungan Kementrian Agama secara langsung,” ujarnya. (Gus)